Kapitalisme adalah paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Di Indonesia, kapitalisme ini dipandang sebagai sebuah paham yang dibawa oleh kalangan Barat. Penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Barat di Indonesia dianggap sebagai manifestasi atau bentuk praktis dari kapitalisme.
Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethics and The Spirit of Capitalism (1904), menjabarkan bahwa kapitalisme berawal dari sebuah etika kerja yang disebut Etika Kerja Protestan (Protestant Ethics). Dimulai dari pertanyaan mengapa paham modal (capitalism) dan perasionalan produksi ekonomi –yang menyebabkan suatu bangsa menjadi makmur dan maju- tidak timbul di dunia Timur, tetapi di dunia Barat? Setelah diteliti akhirnya Weber menyimpulkan bahwa paham kapitalisme itu berasal dari sebuah ajaran Protestan yang dihembuskan oleh Martin Luther dan dikonsepkan oleh Johanes Calvin.
Calvin mengajarkan bahwa takdir keselamatan adalah berdasarkan pemilihan –suatu keadaan yang tidak dapat diketahui manusia dengan pasti tetapi dapat diisyaratkan oleh kesuksesan dunia. Lebih jauh, para penganut ajaran Protestan mengatakan bahwa hal ini merupakan sebuah keyakinan akan pengendalian alam secara rasional, keikutsertaan yang aktif dalam masyarakat, serta kerja keras, penghematan, disiplin, perbaikan diri, dan tanggung jawab secara pribadi. Dapat disimpulkan bahwa ajaran ini mengajarkan manusia untuk bekerja sekeras-kerasnya di dunia karena keselamatan telah ditentukan oleh Tuhan.
Landasan terhadap ajaran ini bermuara pada Injil (Bible). Dalam Injil dikatakan bahwa ”Apapun yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3:23). Nah, ajaran ini kemudian diadopsi oleh bangsa Barat sehingga tidak dapat dipungkiri mereka menjadi bangsa yang paling maju dan makmur saat ini.
Dilihat dari pengalaman masa lalu, sebelum abad ke-16 bangsa Barat merupakan bangsa yang tidak dianggap. Peradaban bangsa China dan Arab dilihat sebagai peradaban yang lebih maju dari Barat. Namun kemudian kita melihat peristiwa besar abad ke-16 yaitu penamampangan 95 dalil oleh Marthin Luther di Wittenberg, yang menandai kelahiran gerakan Protestan. Setelah masa itu, muncullah masa-masa kebangkitan Barat, dimulai dari Rennaissance hingga masa pencerahan, dari revolusi saintifik sampai revolusi industri.
Namun saat ini kita melihat gelagat bangsa Barat yang berbalik dari ajaran ini. Dimulai dari penjajahan yang dilakukan dengan kekuataannya di banyak negara. Setelah masa penjajahan itu berakhirpun, saat ini mereka masih juga memakai kekuasaan mereka untuk menjajah negara lain. Paham kapitalisme dianggap sebagai paham yang keji karena mencitrakan penindasan kaum borjuis terhadap kaum proletar –yang kemudian kita kenal sebagai kritikan Karl Marx terhadap kapitalisme.
Indonesia sendiri menjadi bangsa yang vokal untuk menentang kapitalisme. Kepahitan pada masa penjajahan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang anti-Barat, dapat kemudian diartikan sebagai anti-kapitalisme. Namun, ironi yang terjadi di Indonesia adalah, sampai saat ini kita belum bisa menandingi bangsa Barat dalam kemajuannya, baik dalam teknologi, disiplin maupun kualitas kerja. Kita kemudian tidak adil untuk menyalahkan bangsa Barat yang menjajah kita yang menyebabkan keterpurukan di Indonesia. Mochtar Lubis pada tahun 1977 menggambarkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tidak hemat, tidak suka bekerja keras, ingin kaya dengan cara yang cepat tanpa mau berusaha dengan keras. Ini terlihat dari gemarnya manusia Indonesia untuk menjadi pegawai negeri, bukan untuk mengabdi tetapi untuk mencari lahan ”basah” sehingga bisa menghasilkan uang dalam waktu yang cepat.
Tahun 2005, ada sebuah tulisan di Harian Kompas oleh Dedi Muhtadi, dia mengatakan bahwa ”Dalam gambaran besar, bangsa ini dijuluki bangsa yang berperilaku tidak menghargai proses, tidak suka kerja keras, tetapi ingin serba instan. Manusia Indonesia umumnya bermimpi hidup senang, hidup enak, tanpa bekerja. Gambaran hidup senang adalah banyak uang. Dan bagaimana menciptakan harta banyak tanpa kerja ya, melalui korupsi.” Ditambahkan oleh Cecep Darmawan dalam Harian Pikiran Rakyat tahun 2006, ”Perlu diakui, menjadi PNS yang jujur akan sulit untuk menjadi kaya...dilingkugan PNS masih lekat istilah jabatan ”basah” maupun jabatan ”kering.” Jabatan basah diartikan sebagai jabatan yang dapat mengahasilkn proyek yang banyak sehingga bisa menghasilkan pendapatan diluar gaji. Beberapa pendapatan itu memang legal, tapi bukan tidak banyak pula yang ilegal dan berindikasi korupsi.”
Kita tidak dapat memungkiri hal ini. Ditengah cercaan terhadap bangsa Barat yang dengan teknologi dan kerja kerasnya –walaupun dapat dibilang kotor, mereka dapat maju dan menguasai dunia. Berbeda dengan kita, bahkan kita melihat tidak ada perbedaan yang berarti dalam tulisan Mochtar Lubis (tahun 1977) dan Dedi (2005) serta Cecep (2006) tentang manusia Indonesia. Manusia Indonesia dikenal sebagai bangsa malas namun ingin punya banyak duit dan cepat kaya, dan cara yang paling ampuh untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan Korupsi.
Gambaran bangsa Barat yang melenceng saat sekarang ini dilihat sebagai penyimpangan mereka terhadap prinsip dasar Calvin dalam memandang harta. Seorang sarjana Protestan Barat mengemukakan dalam The Encyclopedia Americana Volume 5, “Falsafah ekonomi kaun Calvin bukanlah falsafah cari laba, melainkan falsafah pelayanan –dalam kata-kata Calvin, ”untuk melayani sesama kita dengan hati nurani yang baik.” Dengan berhemat dan membatasi pengeluaran, kaum Calvin telah memperoleh kekayaan. Jika kemudian mereka menyerah kepada pencobaan untuk menggunakan kekayaan itu untuk mencari laba dan kesenangan yang sia-sia, maka hal itu adalah penduniawian, bahkan pemutarbalikan ajaran Calvin.” Dari penuturan diatas kita dapat melihat bahwa bangsa Barat telah salah mengartikan modal dalam prinsip dasar kapitalisme.
Indonesia sendiri sebenarnya memiliki nilai luhur yang sudah sangat sering kita dengar. ”Rajin Pangkal Kaya”. Kita melihat bahwa nenek moyang kita juga sebelumnya sudah menyadari bahwa kerajinan itu akan berpangkal pada kekayaan. Namun indikasi akan kerajinan itu sendiri terlihat sangat rendah di Indonesia. Tingkat pengangguran yang tinggi diikuti tingkat korupsi yang tinggi pula –dua keadaan yang berpangkal pada kemalasan. Cermin yang seperti ini tidak seharusnya menjadi acuan untuk kita kemudian mencerca sebuah ide mulia tentang disiplin dan kerja keras. Namun ada baiknya untuk kita mengerjakan petuah nenek moyang kita sehingga pada akhirnya kita dapat mengangkat kepala dan bersaing dengan bangsa Barat.
Menurut saya tidak tertutup kemungkinan untuk kita mengadopsi nilai-nilai yang diajarkan Calvin dalam memompa semangat kerja bangsa Indonesia. Jepang contohnya, walaupun bukan bangsa yang mayoritas Protestan mereka dapat menjadi bangsa yang maju dengan belajar kepada bangsa Barat dan menurut saya kepada ajaran Calvin. Setelah melewati masa kegelapan dan munculnya Restorasi Meiji, Jepang kemudian membuka diri dan belajar dari bangsa Barat, mereka belajar tentang kekuatan militer darat dari Jerman, kekuatan militer laut dari Inggris dan kekuatan militer udara dari AS (tiga negara yang kental dengan ajaran Protestan), sehingga pada masa Perang Dunia mereka menjadi salah satu negara yang ditakuti. Setelah masa perang dunia, Jepang porak-poranda akibat kekalahan yang mereka alami, namun kita melihat kebangkitan Jepang dan sekarang dapat disebut sebagai punggawa ekonomi Asia. Ini juga tidak terlepas dari belajar dari bangsa Barat akan hal ekonomi.
Dan hal yang paling dapat dicontoh dari Jepang adalah mereka tetap menjungjung tinggi budaya mereka yang sudah ribuan tahun. Memakai sumpit sewaktu makan, masih menggunakan kimono, masih memandang tinggi keluarga. Mereka tidak terkontaminasi budaya Barat walaupun mereka belajar dari sana. Tidak dapat dimungkiri Jepang juga merupakan negara yang membuat kapitalisme sebagai landasan ekonominya dan mereka maju. Kapitalisme yang mengajarkan tentang pengembangan diri secara pribadi sehingga menghasilkan kualitas manusia yang baik dianggap sebagai pijakan dalam membangun Jepang.
Saya juga tidak menganjurkan untuk Indonesia meniru Barat atau Jepang dalam menjalankan kapitalismenya –apalagi Barat. Karena saya juga beranggapan bahwa Indonesia sendiri mempunyai cara yang baik dalam menjalankan kapitalismenya. Bukan tidak mungkin kita menjadi bangsa yang maju. Kita punya sumber daya alam yang begitu melimpah untuk diolah yang hampir tidak dimiliki oleh bangsa Barat. Namun kita juga punya kemalasan yang tidak dimiliki mereka. Indikasi kemalasan ini dapat dilihat pada pendapatan perkapita yang rendah dan tingkat korupsi di Indonesia. Etika Kerja Protestan yang tertuang dalam bentuk Kapitalisme menurut saya masih lebih baik dari ajaran Marx tentang sosialisme, yang merujuk pada persamaan hak, namun tidak melihat perlunya etos kerja yang baik.
*tulisan ini dibuat untuk Tugas Filsafat Ilmu semester lalu, diilhami oleh buku Memandu Bangsa, Buku II, Samuel Tumanggor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar