Belum lama ini kita dihebohkan oleh pemberitaan media massa, baik cetak maupun elektronik mengenai kasus Bank Century. Salah satu media nasional bahkan menjadikan kasus ini menjadi headline dalam majalah mingguannya selama sebulan. Apa yang sedang terjadi? Mengapa berita ini bisa heboh dan menjadi pembicaraan dimana-mana? Hampir semua perhatian masyarakat terpusat pada kasus ini. Dimulai dari terbongkarnya kasus percakapan Anggodo dan sejumlah petinggi Polri dan Kejaksaan, kriminalisasi terhadap dua pimpinan anggota KPK, sampai yang terbaru dikeluarkannya buku Membongkar Gurita Cikeas oleh George J Aditjondro.
Peran Media
Korupsi memang sudah merajalela di Indonesia. Hampir semua lembaga pengakaji korupsi baik lokal maupun internasional memberikan hasil survei yang kurang mengenakan bagi Indonesia. Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi, Indonesia selalu ditempatkan di urutan 10 besar negara-negara terkorup. Namun, kalau kita jeli melihat, gembar-gembor terhadap isu korupsi ini mulai menguak dan terdengar keras setelah masa orde baru. Pemerintahan otoriter orde baru pada saat itu membuat media kehilangan fungsinya dalam meberikan informasi bagi masyarakat, padahal kalau kita perhatikan korupsi pada masa orde baru begitu hebatnya namun hanya terdengar sayup-sayup di masyarakat.
Media mengambil peran yang sangat besar dalam hal ini. Media menjadi corong dalam menggiring dan membentuk opini publik. Kebebasan yang sudah dirasakan media saat ini memberikan mereka kekuatan untuk memberitakan secara lengkap, jujur, adil dan akurat mengenai korupsi di Indonesia. Ketakutan akan dilakukan pembredelan oleh pemerintah bukan menjadi ancaman lagi bagi media dalam melakukan pemberitaan korupsi.
Dalam memerangi korupsi, sekurang-kurangnya media mempunyai 4 fungsi yang harus dijalankan. Fungsi-fungsi tersebut adalah penyampaikan dan penyebaran informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan penetapan agenda (agenda setting).
Pertama, media mempunyai fungsi untuk menyampaikan dan menyebarkan informasi. Fungsi ini mengharuskan media memberikan informasi yang akurat dan jujur kepada masyarakat. Kita melihat kenapa pada masa orde baru tidak genjar dilakukan pemberantasan korupsi, karena saat itu media tidak memberitakan informasi yang akurat dan jujur kepada masyarakat. Salah satu informasi yang jarang didapat masyarakat yang bisa menjadi corong korupsi adalah mengenai anggaran. Ketidaktahuan masyarakat mengenai anggaran bisa menjadi celah bagi pihak yang terkait malakukan korupsi.
Kedua, fungsi pendidikan. Lebih dari memberikan informasi, media mempunyai fungsi pendidikan. ”Journalistic media are more than purveyors of news and comments; they are agencies having policies of their own, responsibilities of far reaching importance, and worthy missions of great significance” (George F Mott, 1958). Dalam hal ini media dapat menjadi pilar dalam memberikan pendidikan anti korupsi kepada masyarakat. Sosialisasi terhadap bentuk-bentuk korupsi, pencegahannya, dan apa akibat dari melakukan korupsi perlu diberitahukan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak hanya tahu bahwa sudah terjadi korupsi, namun mereka dapat mengetahui bagaimana cara mencegahnya dan apa akibat yang terjadi apabila mereka melakukan korupsi.
Ketiga, media mempunyai fungsi kontrol sosial. Media sering dikatakan sebagai pilar keempat dalam demokrasi. Setelah adanya eksekutif, legislatif, dan yudikatif, perlu ada unsur keempat yaitu media/pers. Media menjadi kontrol bagi ketiga institusi ini. Banyaknya kasus yang menyeret pejabat publik, baik dari kalangan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tidak terlepas dari pemberitaan media yang mengekspos kasus tersebut. Dari pengeksposan kasus tersebut, juga diharapkan muncul efek jera bagi para pejabat yang melakukan korupsi. Penyebutan nama dan penampangan foto oleh media dapat membuat efek malu pada pelaku korupsi.
Keempat, fungsi agenda setting. Korupsi tidak akan dapat menyeruak keluar jika tidak dberitakan, oleh karena itu media dapat berfungsi untuk membuat sebuah agenda setting dalam pemberitaan korupsi. Isu-isu korupsi menjadi prioritas utama media dalam pemberitaannya. Hal ini memberikan dampak bagi masyarakat bahwa isu korupsi adalah sebuah berita yang penting.
Media Kampus
Kasus korupsi juga menyentuh dunia pendidikan, tidak terkecuali kampus. Kita masih ingat kasus korupsi yang dilakukan oleh petinggi kampus ini tahun 1998, yang menyeret sang rektor ke meja pengadilan. Penguakan kasus tersebut tidak terlepas dari peran media kampus saat itu yang merespon situasi yang terjadi dan kemudian melakukan pelaporan investigasi (investigation reporting).
Seringkali media nasional tidak dapat menjangkau isu-isu yang ada di sekitaran kampus, oleh karena itu media kampus memiliki peranan yang besar dalam memberitakan dan mengawasi kebijakan-kebijakan yang dilakukan kampus. Walaupun secara nominal mungkin tidak lebih besar dari yang dilakukan pejabat, seperti pungutan-pungutan yang tidak punya landasan hukum, namun seperti pepatah yang mengatakan sedikit-sedikit lama-lama akan menjadi bukit. Hujan yang besar juga tercipta dari titik-titik uap air, oleh karena itu kalau tidak dicegah dari sekarang budaya korupsi akan terus merajalela di kampus dan merambat sampai keluar kampus.
Saat ini juga kampus kita sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Banyak fasilitas dengan dana besar sedang dibangun. Dan apabila kita tidak melakukan kontrol, bukan tidak mungkin korupsi akan mengintip dan memangsa moral para pemimpin kita.
*Tulisan ini mendapat juara ke 3 dalam lomba esai FISIP Fair UNPAD dalam rangka memperingati 12 tahun reformasi Indonesia dan dimuat di Majalah FISIPers